Strolling Around Tallinn Old Town

Vanalinn, alias Tallinn Old Town, adalah salah satu tempat yang wajib dikunjungi setiap orang yang datang atau melewati Tallinn. Dari sekian banyak old town di Eropa yang gue udah pernah datangi, old town satu ini fairy tale vibe-nya yang paling terasa buat gue.

Dari tempat gue di Majaka põik, gue naik trem dan turun di Viru. Gue masih menyambung lagi dengan jalan kaki kurang lebih 5 menit dan sampailah gue di Viru Gate dengan dua menara batu menjulang di kiri dan kanan jalan. Buat gue ini cantik banget sih, seperti di buku cerita anak-anak jaman dulu!

Menara yang terbuat dari batu ini dibangun di abad ke-14 bersama dengan menara-menara lainnya. Awalnya ada 45 menara yang tersebar di berbagai titik, tapi yang masih tersisa sekarang sekitar 26 saja. Dan dua menara inilah yang paling mencolok karena posisinya pas di pintu masuk ke kota tua. 

Dan semakin gue berjalan ke dalam, gue merasa dibawa ke masa lalu ke abad pertengahan Eropa (halah!!). Jalanannya terbuat dari batu pebble, berkelok-kelok, dan naik turun. Bangunan tuanya juga masih terpelihara dengan baik. Kalau gue cek literatur, gaya arsitektur kota tua ini termasuk ke gaya Gothic dengan pengaruh Hanseatic dan Jerman (di abad 13-16). Rata-rata bangunan rumah dan tokonya mungil dan rapat dengan tembok warna-warni yang enak dilihat.

Lower Town

Tallinn Old Town ini sebenarnya terdiri dari dua bagian, yaitu ‘Lower Town’ – kota bagian bawah yang bisa dimasuki dari Viru Gate tadi dan ‘Toompea Hill’ – bukit yang posisinya lebih tinggi / di atas Lower Town. Lower Town bisa dibilang merupakan pusat kegiatan masyarakatnya, sedangkan di Toompea Hill untuk pemerintahannya. Di bukit ini ada gedung parlemen, kastil, Gereja St. Mary (Dome Church) dan Katedral Alexander Nevsky.

Jalan-jalan di kota tua ini dijamin nggak akan bosan, gue kadang menemukan hal-hal yang nggak terduga di berbagai sudut. Misalnya, ada menara-menara yang masih berdiri tapi tersembunyi atau menempel ke bangunan rumah. Ada juga museum alat-alat penyiksa abad pertengahan. Sumpah ini horror banget! Gue rasa orang-orang jaman dulu ini pervert psikopat semua. Bisa-bisanya kepikiran buat alat-alat aneh buat nyiksa orang sampai segitunya!

Jangan lupa mampir juga di salah satu restoran bergaya abad pertengahan, seperti Olde Hansa, yang katanya menawarkan pengalaman makan ala abad pertengahan yang paling otentik. Resep dan cara pengolahan makanan yang digunakan restoran ini berasal dari abad ke-15 (Wow!). Cek menunya di sini. Harganya lumayan pricey sih buat yang travelling on the budget, jadi gue skip aja walau penasaran dengan rasa makanannya. Hiks!

Kalau Olde Hansa masih terlalu pricey tapi tetap ingin merasakan nuansa abad pertengahan atau hanya mau ngemil dan minum, bisa coba Ill Draakon, kedai kecil tepat di lantai dasar Town Hall. Gue mampir ke Ill Draakon untuk sekadar menghangatkan badan dengan mulled wine. Gue nggak tau tempat gaul di abad 13-14 seperti apa, tapi mungkin suasana di Ill Draakon lumayan mendekati ya. Di dalamnya gelap dengan meja dan bangku kayu, penerangannya hanya lampu kecil di tiap meja. Romantis nggak, siwer iya! Begitu kita masuk, ada ibu-ibu yang menerima orderan kita, terus kita langsung duduk aja. Nih, fotonya, gelap banget kan. Untung nggak ada copet di situ.

Di sebelah utara sebelum exit dari Old Town ini, ada Oleviste Kirik atau St. Olaf’s Church. Menara tinggi St. Olaf’s Church yang berwarna hijau ini bisa kita lihat dari kejauhan menjulang di antara bangunan di sekelilingnya. Pertama kali dibangun di tahun 1267, bangunan bergaya Gothic ini sempat menjadi bangunan tertinggi di dunia di abad ke-15 dan 16 berkat menaranya yang mencapai 159 meter. Fungsi awalnya sih sebagai penanda buat kapal-kapal yang mau berlabuh, tapi saking tingginya, menara ini berkali-kali disambar petir. Oiya, tragisnya gereja ini sempat terbakar di tahun 1820 dan akhirnya dibangun ulang di tahun 1840. Tinggi menaranya pun berkurang, menjadi ‘hanya’ 124 meter. Kalau mau, kita bisa juga naik ke atas menaranya buat city viewing (ada 232 anak tangga). Tapi berhubung gue udah pernah pengalaman naik ke atap Duomo di Florence yang 2x lebih tinggi, gue memilih skip aja deh dan lanjut ke Toompea Hill.

Gue juga sempat mampir ke Estonian Maritime Museum yang ada di Paks Margareeta (Fat Margaret Tower), menara di penghujung sebelah utara Old Town. Namanya lucu juga sih, tapi nggak ada yang tau kenapa menara ini dinamakan begitu. Mungkin karena ukuran towernya yang gendut dan jauh lebih besar dibanding menara-menara lain (diameternya 25 meter!). Harga tiket masuknya sekarang €12 buat orang dewasa. Di sini kita bisa lihat koleksi barang-barang yang berhubungan dengan sejarah maritim Estonia, mulai dari alat pancing era Neolitik, peralatan selam kuno sampai bagian-bagian dari kapal dan replika kapal. Buat pecinta sejarah maritim, wajib mampir ke sini dan juga ke the Seaplane Hangars (1.3km dari Fat Margaret Tower). Di Hangar ini kita bisa lihat kapal selam Lembit (1936) dan sisa kapal kayu Maasilinn dari abad ke-16. Jujur aja gue nggak mampir ke the Seaplane Hangars, soalnya waktu itu suhu udara terlalu dingin buat kostum gue, sekitar 5-6°, dan anginnya kencang banget. Another time, I guess… T_T

Share

ACN Written by:

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *