Tallinn – A Gem in The Baltic

Perjalanan ini sebenarnya terjadi beberapa tahun lalu, tepatnya di musim semi 2017. Halah, musim semi!! Ya nggak apa-apa deh, kan ini lokasinya ada di benua empat musim.

Waktu itu gue sedang liburan panjang kurang lebih satu bulan. Gue beli tiket yang fixed cuma di awal (Jakarta-Frankfurt) dan akhir (Milan-Jakarta). Sisanya mau spontan aja. Rame dan unpredictable sih, tapi sangat nggak disarankan buat yang mau stick to the budget.

Travelling partner gue memang rencananya bakal pulang ke Indonesia duluan dan gue bakal melanjutkan ke destinasi selanjutnya yang berakhir di Milan. Tapi host gue saat itu ternyata lagi ada training di Tallinn, Estonia, jadi gue sok adventurous aja memutuskan untuk menyusul ke sana. Gue mikirnya kapan lagi bisa ke tempat itu, mumpung ada teman di sana!

Setelah kecapean menggeret-geret koper yang beratnya 20kg sepanjang platform di Milano Centrale dan tidur semalaman di kursi besi di Malpensa karena jadwal flight-nya subuh, akhirnya gue mendarat juga di negara kecil di pinggiran Laut Baltik ini.

Hanya 2 jam 45 menit dari peninsula di Mediterania yang hangat ke pinggiran Laut Baltik di utara yang dingin

Waktu itu minggu pertama di bulan April, tapi cuaca masih dingin banget bagi gue (sehari sebelumnya sempat turun salju). Bodohnya, saat itu gue nggak bawa winter outfit karena memang awalnya nggak ada rencana ke sana. Gue masih ada baju-baju hangat dan Heatteach, tapi nggak cukup untuk berkeliaran di suhu under 10°C! Mau mampus nggak tuh rasanyaaa! 

Kesan pertama gue selama perjalanan dari airport ke tempat gue menginap di Tallinn, bangunan-bangunan di kota ini terlihat agak jadul & kaku. Berbaris teratur tapi terasa impersonal. Katanya sih karena pengaruh ex-Sovyet. Di sana sini gue lihat ada bangunan-bangunan yang lebih baru, termasuk mall yang lumayan besar (tapi jangan dibandingkan dengan Jakarta lah yaa, jauh banget deh). Gue tinggal di lantai 5 gedung apartemen di daerah Majaka põik. No elevator! Lumayan gempor juga kalo lupa sesuatu pas udah udah keburu sampai di lantai dasar. 

Majaka põik di siang hari. Rapi, teratur, dan tenang. Suhu di luar sekitar 11-12° C

Salah satu hal yang menyenangkan dari kota Tallinn ini, selain orang-orangnya yang bisa berbahasa Inggris dengan baik (termasuk mba dan mas pelayan di food court!), sistem transportasi publiknya sangat friendly, bahkan memanjakan penggunanya. Pembelian tiket sangat mudah, bisa online atau beli di kios-kios majalah yang tersebar di mana-mana. Penduduk (resident) Tallinn sendiri nggak usah bayar loh. Cukup beli ‘green card’ seharga 2 Euro dan daftarkan diri. Eh, tapi beberapa kali gue naik trem, nggak ada yang mengawasi di dalam dan penumpangnya pun sedikit. Dan awalnya gue nggak ngerti cara scan QR e-ticket yang gue beli, akhirnya gue sempat beberapa kali naik gratis! Belakangan gue akhirnya beli tiket manual aja (itupun ada yang lupa tap, alias gratis juga!).

Tallinn Transport Map

Nah, kalau daerah rumah penduduk pada umumnya bisa dianggap biasa aja, gue sempat berpikir apa sih spesialnya negara ini? Mana dingin banget lagi!! Tapi pemikiran kayak gini  langsung berubah pas gue tiba di daerah Kota Tua-nya.

Lanjut ke Part 2….

Share

ACN Written by:

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *